Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali merupakan seorang pemikir
yang multi talenta yang banyak menyumbangkan pemikirannya dalam ilmu
teologi, filsafat, astronomi, politik, sejarah, ekonomi, hukum,
kedokteran, biologi, kimia, sastra, etika, musik, maupun sufisme. Dia
adalah teolog Islam, ahli hukum, ahli filsafat, kosmologi, psikolog,
maupun biologi. Dia dilahirkan di Tus, Provinsi Khorasan, Persia dan
hidup antara tahun 1058 hingga 1111. Al Ghazali yang sering disebut juga
Algazel merupakan salah satu sarjana yang paling terkenal dalam sejarah
pemikiran Islam Sunni. Dia dianggap sebagai pelopor metode keraguan dan
skeptisisme. Salah satu karya besarnya berjudul Tahafut Al Falasifah
atau The Incoherence of the Philosophers. Dia berusaha mengubah arah
filsafat awal Islam, bergeser jauh dari metafisika Islam yang
dipengaruhi oleh filsafat Yunani kuno dan Helenistik menuju filsafat
Islam berdasarkan sebab-akibat yang ditetapkan oleh Allah SWT atau
malaikat perantara, sebuah teori yang kini dikenal sebagai
occasionalism.
Keberadaan Al Ghazali telah diakui oleh sejarawan
sekuler seperti William Montgomery Watt yang menyebutnya sebagai Muslim
terbesar setelah Muhammad. Selain kesuksesannya dalam mengubah arah
filsafat Islam awal Neoplatonisme yang dikembangkan atas dasar filsafat
Helenistik, Dia juga membawa Islam ortodoks ke dalam ilmu tasawuf. Al
Ghazali juga sering disebut sebagai Pembuktian Islam, Hiasan keimanan,
atau Pembaharu agama. Dalam buku berjudul Historiografi Islam
Kontemporer disebutkan, seorang penulis bernama Al Subki dalam bukunya
yang berjudul Thabaqat Al Shafiyya Al Kubra pernah menyatakan,
“Seandainya ada lagi nabi setelah Nabi Muhammad, maka manusianya adalah
Al Ghazali.” Hal ini menunjukkan tingginya ilmu pengetahuan dan
kebijaksanaan yang dimiliki Al Ghazali.
Pengaruh Al Ghazali baik
dalam bidang agama maupun ilmu pengetahuan memang sangat besar.
Karya-karya maupun tulisannya tak pernah berhenti dibicarakan hingga
saat ini. Pengaruh pemikirannya tidak hanya mencakup wilayah di Timur
Tengah tetapi juga negara-negara lain termasuk Indonesia dan negara
barat lainnya. Para ahli filsafat barat lainnya seperti Rene Descartes,
Clarke, Blaise Pascal, juga Spinoza juga mendapatkan banyak pengaruh
dari pemikiran Al Ghazali.
Kebanyakan orang-orang mengenal
pemikiran Al Ghazali hanya dalam bidang teologi, fiqih, maupun sufisme.
Padahal dia merupakan seorang ilmuwan yang hebat dalam bidang ilmu
biologi maupun kedokteran. Dia telah menyumbangkan pemikiran dan jasa
yang besar dalam bidang kedokteran modern dengan menemukan sinoatrial
node (nodus sinuatrial) yaitu jaringan alat pacu jantung yang terletak
di atrium kanan jantung dan juga generator ritme sinus. Bentuknya berupa
sekelompok sel yang terdapat pada dinding atrium kanan, di dekat pintu
masuk vena kava superior. Sel-sel ini diubah myocytes jantung. Meskipun
mereka memiliki beberapa filamen kontraktil, mereka tidak kontraksi.
Penemuan sinoatrial node oleh Al Ghazali ini terlihat dalam
karya-karyanya yang berjudul Al-Munqidh min Al-Dhalal, Ihya Ulum Al Din,
dan Kimia Al-Sa'adat. Bahkan penemuan sinoatrial node oleh Al Ghazali
ini jauh sebelum penemuan yang dilakukan oleh seorang ahli anatomi dan
antropologi dari Skotlandia, A. Keith dan seorang ahli fisiologi dari
Inggris MW Flack pada tahun 1907. Sinoartrial node ini oleh Al Ghazali
disebut sebagai titik hati.
Dalam menjelaskan hati sebagi pusat
pengetahuan intuisi dengan segala rahasianya, Al Ghazali selalu
merumuskan hati sebagai mata batin atau disebut juga inner eye dalam
karyanya yang berjudul Al-Munqidh min Al-Dhalal yang diterjemahkn oleh
C. Field menjadi Confession of Al Ghazali. Dia juga menyebut mata batin
sebagai insting yang disebutnya sebagai cahaya Tuhan, mata hati, maupun
anak-anak hati. Kalu titik hati Al Ghazali dibandingkan dengan
sinoartrial node, maka akan terlihat bahwa titik hati sebenarnya
mempunyai hubungan erat dengan sinoartrial node. Dia menyebutkan bahwa
titik hati tersebut tidak dapat dilihat dengan alat-alat sensoris sebab
titik tersebut mikroskopis. Para ahli kedokteran modern juga menyatakan
sinoartrial node juga bersifat mikroskopis.
Al Ghazali
menyebutkan titik hati tersebut secara simbolis sebagai cahaya seketika
yang membagi-bagikan cahaya Tuhan dan elektrik. Menurut gagasan modern,
dalam satu detik, sebuah impuls elektrik yang berasal dari sinoartrial
node mengalir ke bawah lewat dua atria dalam sebuah gelombang setinggi
1/10 milivolt sehingga otot-otot atrial dapat melakukan kontraksi.
Pada
era modern ini para ahli anatomi menyatakan pembentukan tindakan secara
potensial berasal dari hati, yaitu kontraksi jantung yang merupakan
gerakan spontan yang terjadi secara independen dalam suatu sistem
syaraf. Dia juga menyatakan bahwa hati itu merdeka dari pengaruh otak
dalam karyanya yang berjudul Al-Munqidh min Al-Dhalal. Para pemikir
modern banyak yang mengatakan, suatu tindakan kadang terjadi melalui
mekanisme yang tak seorang pun tahu mengenainya. Namun Al Ghazali
mengatakan, tindakan yang terjadi melalui mekanisme yang tak diketahui
tersebut sebenarnya disebabkan oleh sinoartrial node. Dia juga
menyatakan penguasa misterius tubuh yang sebenarnya adalah titik hati
tersebut, bukanlah otak.
Al Ghazali tidak hanya menggambarkan
dimensi fisik sinoartrial node tetapi dia juga menggambarkan dimensi
metafisik dari sinoartrial node. Hal ini jauh berbeda dengan pandangan
para pemikir sekuler yang hanya mampu menggambarkan sinoartrial node
secara fisik semata. Secara metafisik, Al Ghazali menggambarkan
sinoartrial node sebagai pusat pengetahuan intuitif atau inspirasi
ke-Tuhanan yang bisa berfungsi sebagi peralatan untuk menyampaikan
pesan-pesan Tuhan kepada hambanya. Namun orang yang bisa memfungsikan
sinoartrial node hanyalah orang yang telah mencapai penyucian diri
sendiri atau orang yang sangat beriman kepada Allah SWT.
Dukungan Al Ghazali terhadap pengembangan ilmu anatomi dan pembedahan
Selain
menemukan sinoartrial node, Al Ghazali juga memberikan sumbangan lain
dalam bidang kedokteran dan biologi. Catatan sejarah menyebutkan,
tulisan-tulisan Al Ghazali diyakini menjadi pendorong bangkitnya kemauan
untuk melakukan studi kedokteran pada abad pertengahan Islam, khususnya
ilmu anatomi dan pembedahan.
Dalam karyanya The Revival of the
Religious Sciences, dia menggolongkan pengobatan sebagai salah satu ilmu
sekuler yang terpuji (mahmud) dan menggolongkan astrologi sebagai ilmu
sekuler yang tercela (madhmutn). Sehingga dia sangat mendorong
orang-orang untuk memepelajari ilmu pengobatan. Saat membahas tentang
meditasi (Tafakkur), dia menjelaskan anatomi tubuh pada sejumlah halaman
bukunya secara rinci untuk menjelaskan posisi yang cocok guna melakukan
kontemplasi dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Al Ghazali
juga membuat pernyataan yang kuat guna mendukung orang-orang untuk
mempelajari ilmu anatomi dan pembedahan dalam karyanya yang berjudul The
Deliverer from Error. Dia menyebutkan, naturalis (al-tabi'yun) adalah
sekelompok orang yang terus-menerus mempelajari alam, keajaiban binatang
dan tumbuhan. Mereka juga sering terlibat dalam ilmu anatomi maupun
pembedahan (ilm at-tashriih) dari tubuh hewan. Melalui proses pembedahan
itu mereka mampu merasakan keajaiban rancangan Allah SWT dan
kebijaksanaan-Nya serta keajaiban-Nya. Dengan ini mereka dipaksa untuk
mengakui Allah SWT merupakan Penguasa alam semesta dan siapapun bisa
mengalami kematian. Tidak seorang pun dapat belajar anatomi maupun
pembedahan dan keajaiban kegunaan dari bagian-bagian organ tubuh tanpa
mengetahui kesempurnaan desain ciptaan Allah yang berhubungan dengan
struktur (binyah) binatang maupun struktur manusia. Dengan demikian, Al
Ghazali menganggap dengan mempelajari ilmu anatomi maka manusia akan
sadar dengan kehebatan Allah SWT yang Maha Agung sehingga hal itu
membuatnya lebih mendekatkan diri kepada sang Pencipta.
Dukungan
kuat Al Ghazali untuk memajukan studi tentang anatomi dan pembedahan
memberikan pengaruh yang kuat dalam kebangkitan ilmu anatomi dan
pembedahan yang mulai dilakukan oleh pada dokter Muslim pada abad 12 dan
13. Sejumlah dokter sekaligus ilmuwan hebat Muslim yang mulai mendorong
kebangkitan ilmu anatomi dan pembedahan pada masa itu antara lain Ibn
Zuhr, Ibn al-Nafis, maupun Ibn Rusyd. dya/taq
Sumber: http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/khazanah/09/12/16/96227-sisi-biologi-dan-kedokteran-imam-al-ghazali
Tidak ada komentar:
Posting Komentar